Menjaga Marwah Redaksi: DPP RJN Tekankan Pentingnya Etika Profesi Jurnalistik
Etika Jurnalistik: Pilar Empat Profesionalisme Pers

JAKARTA, MEDIABUSER.CO.ID — Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ruang Jurnalis Nusantara (DPP RJN), Arfendy CFLE, kembali menegaskan pentingnya Penegakan Kode Etik Jurnalistik dalam menjaga marwah redaksi serta profesionalisme wartawan di era kebebasan informasi saat ini. Selasa (24/6/2025)
Dalam arahannya kepada para redaktur pelaksana di lingkungan RJN, Arfendy menyampaikan bahwa kode etik bukan sekadar formalitas, melainkan pondasi moral dan profesional yang mutlak harus dijaga oleh seluruh insan pers.
“Etika adalah benteng terakhir agar profesi wartawan tetap dipercaya dan terhormat. Tanpa etika, kebebasan pers akan kehilangan maknanya dan berpotensi menimbulkan anarkisme informasi di tengah masyarakat,” tegas Arfendy CLFE.
Etika, Pilar Dasar Keberlangsungan Pers Penegakan etika bukan hanya urusan wartawan secara individu, tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh ekosistem industri pers.
Kode Etik Jurnalistik (KEJ) menjadi rujukan utama agar praktik jurnalistik tidak merugikan publik, justru sebaliknya, mampu memberi perlindungan, edukasi, dan inspirasi bagi masyarakat luas.
Hal ini ditegaskan pula dalam berbagai forum diskusi etika pers, termasuk Lokakarya Etika dan Perlindungan Pers yang pernah digelar oleh Dewan Pers bekerja sama dengan Friedrich Ebert Stiftung di Balikpapan dan Yogyakarta.
Dalam forum tersebut, para pemangku kepentingan menekankan bahwa:
Etika bukan hanya milik wartawan, tapi seluruh komponen masyarakat.
Kesadaran kolektif untuk mencintai etika harus dibangun sejak dini agar masyarakat tumbuh sebagai entitas yang taat hukum dan tertib informasi.
“Gerakan cinta etika harus dimulai dari pers, lalu menjalar ke masyarakat. Masyarakat yang etis adalah masyarakat yang kuat,” ujar Bekti Nugroho, salah satu anggota Dewan Pers.
Keadilan Etis di Industri Pers
Salah satu persoalan yang kerap terabaikan adalah ketimpangan etika antara wartawan dan pemilik media.
Sering kali, tuntutan profesionalisme dibebankan hanya kepada wartawan, sementara manajemen industri pers abai terhadap hak-hak dasar jurnalis, mulai dari upah layak, fasilitas kerja, hingga perlindungan hukum.
“Menegakkan etika juga harus menyentuh pemilik industri media. Tidak adil jika wartawan dituntut taat, tetapi pemilik media memperlakukan wartawannya dengan semena-mena,” kata Arfendy CLFE Etika industri mencakup pula komitmen manajemen untuk menjaga independensi redaksi, tidak mencampuradukkan kepentingan bisnis dengan ruang redaksi, serta menghormati keputusan jurnalistik yang dibuat secara profesional oleh redaksi.
Kode Etik Sebagai Pedoman Perang
Dalam dunia jurnalistik, KEJ ibarat “mesiu” bagi wartawan di medan tugas.
Seorang wartawan yang taat pada aturan redaksi berarti ia mematuhi kode etik, menjaga integritas, dan memberikan informasi yang akurat, berimbang, serta tidak memihak. Ini pula yang menjadi indikator utama apakah sebuah media layak dipercaya oleh publik.
Taat Etika, Taat Konstitusi. Sebab, kemerdekaan pers yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999 bukanlah kebebasan absolut, melainkan kebebasan yang bertanggung jawab. Tanpa etika, kebebasan itu bisa berubah menjadi pelanggaran hak orang lain.
Tutup: Cermin Kepercayaan Publik
Pers yang profesional adalah pers yang taat etika. Wartawan yang menjaga kehormatan profesinya akan memperoleh kepercayaan dari publik.
Sebaliknya, pelanggaran terhadap etika bisa berdampak fatal: kehilangan kepercayaan, sanksi redaksional, bahkan sanksi hukum.
DPP RJN mengajak seluruh jurnalis, pemilik media, dan masyarakat umum untuk menjadikan etika sebagai ruh dalam kehidupan bermedia.
Karena pers yang sehat hanya bisa tumbuh dalam masyarakat yang menjunjung tinggi integritas. Tutupnya (RED)

